topmetro.news – Putusan Kasasi Atas Perkara Perdata Nomor 701 / Pdt.G/ 2022, yang diterima oleh Gereja IRC (Indonesia Revival Church), diduga tidak sah. Demikian disampaikan Pimpinan Gereja IRC Pdt Dr Asaf Tunggul Marpaung, Rabu (25/9/2024), usai menghadiri sidang teguran (anmaning) di PN Medan.
Salah satu alasan Utama Pdt Asaf adalah, bahwa putusan itu tidak di-upload di situs Mahkamah Agung (MA).
“Saya sudah ketemu dan sudah saya bilang sama Juru Sita, Pak Darwin, bahwa kami sudah lihat, di media MA tidak pernah di-upload Putusan Kasasi MA. Justeru yang di-upload itu putusan yang di PN Medan dan PT Sumut,” katanya.
“Kalau tidak di-upload di putusan MA, berarti yang menang itu kami dong. Karena itu yang di-upload, itu yang resmi, itu yang sah. Tapi kalau betul-betul putusan itu sah, MA harus meng-upload dong. Baru kita tahu mengambil tindakan kita,” sambung Pdt Asaf.
Ia pun mengajak semua pihak untuk berlaku jujur dalam perkara ini. “Jadi, marilah kita jujur dengan hati nurani kita, apalagi dengan Tuhan. Kalau kita memutuskan suatu perkara, bertanya dululah sama Tuhan. Karena semua putusan, katanya, berdasarkan ke-Tuhanan,” sebutnya.
Ia pun berharap, agar perkara ini dibuka secara jelas dan tegas. “Harapan saya ke depan, mari kita buka habis-habisan. Karena masyarakat yang lain jangan sampai menjadi korban. Karena sebagai Hamba Tuhan, saya tidak mau berbohong,” katanya.
Apalagi, lanjut Pendeta, hakim adalah Wakil Tuhan, maka dalam memutuskan perkara, harus berdasarkan ke-Tuhanan. “Saya tidak menyerang satu institusi. Tapi sebagai hamba Tuhan, boleh dong mengingatkan. Saya hamba Tuhan, saya wakil Tuhan di Bumi. Saya tahu mana yang benar, mana yang salah,” tegasnya.
Untuk itu ia berharap, agar ke depan para penegak hukum membuka perkara ini dengan benar. Dia pun menegaskan, masih berpegang teguh kepada yang di-upload oleh MA, yang memunculkan Putusan PT Sumut.
“Yang jadi pertanyaan saya, kenapa sampai sekarang Putusan MA, yang mereka bilang sudah inkrah, kenapa tidak pernah di-upload? Itu kan satu unsur. Wajar dong kalau manusia itu curiga. Itu hal yang wajar saja. Jadi itu yang perlu saya tambahi,” kata Pdt Asaf.
Saat ini, lanjutnya, mereka tetap menjalankan upaya hukum. “Jadi upaya kita sekarang, kita sudah surati ke mana-mana, baik ke KY, ke MA, dan kita juga upayakan untuk PK, kalau itu benar,” kata.
Ia menyebut, bahwa gereja punya ‘novum’ untuk PK. Apalagi sebenarnya, banyak alat-alat bukti gereja yang diabaikan. “Contoh, dia itu bendahara yang menggugat kami. Itu jelas ada di dalam AD/ART gereja.
Jadi, kata Pendeta, si Penggugat (Melva Siregar) mengaku membayar tanah gereja dengan uangnya. Padahal dia menggunakan uang jemaat yang dia pegang sebagai bendahara gereja. “Bukan pakai uangnya. Wajar dia membayar sebagai penerima pemasukan pengeluaran uang gereja, karena dia bendagara. Jangan dia bilang itu uang dia,” ungkapnya.
Ada pun Melva Siregar, bendahara yang kemudian mengklaim lahan gereja itu, kata Pdt Asaf, sudah keluar sendiri dari kepengurusan gereja pada Bulan Februari 2018.
Soal perjanjian, Pendeta mengatakan, bahwa semua tahu, gereja itu milik Tuhan, miliknya umat. “Jangan mengatakan milik pribadi. Sangat miris kalau mengatakan itu milik pribadi. Saya dan majelis sudah ingatkan,” katanya.
Sementara kuasa hukum pihak gereja, Agung Sihombing SH mengutarakan, kehadiran mereka hari itu, adalah untuk menghadiri sidang teguran (anmaning). “Jadi untuk teguran sidang anmaning ini, menurut pengadilan, sudah tiga kali diagendakan. Tanggal 20 Agustus 2024, 11 September 2024, dan 18 September 2024,” sebutnya.
Namun, lanjutnya, untuk surat yang mereka terima, langsung ke rumah gereja atau ke Pendeta, hanya ada satu, tanggal 11 Agustus 2024. “Untuk panggilan yang tanggal 18 September 2024, kami belum ada menerima. Namun sebagai warga negara yang baik, hari ini, kami hadir untuk memastikan, apakah ada sidang,” katanya.
Setelah melakukan ‘crosscheck’ ke bagian informasi di PN Medan, Agung menanyakan terkait Perkara Nomor 701 Tahun 2022, ternyata staff di bagian informasi mengatakan, ada sidang.
Kemudian mereka diarahkan menghubungi orang bernama Darwin di Bagian JSP (Juru Sita Pengganti). “Kemudian saya menghubungi Pak Darwin ke atas, Beliau bilang tidak ada. Jadi terhadap kebingungan-kebingungan ini, kami akhirnya mencoba bertanya kepada Pak Darwin dan menghubungi Beliau untuk bertemu langsung,” katanya.
“Syukurnya Pak Darwin datang menemui kami. Jadi tadi kami sudah diskusi panjang lebar, yang mana beberapa poin pertanyaan kami, tidak ada satu pun yang terjawab.”
“Yang pertama kami tanyakan, terhadap perkara kita ini, untuk putusan kasasi, itu putus di Bulan Desember 2023. Untuk pengumuman relas putusannya Bulan Juni 2024. Sementara, untuk sidang anmaning, didaftarkan Bulan Mei 2024. Itu juga yang kami tanyakan. Tapi kami tidak mendapatkan jawaban. Hanya menyebut ‘nanti saya periksa’. Padahal terhadap perkara kita ini, Beliaulah yang mengurusnya. Beliaulah JSP-nya,” papar Agung.
Jadi terhadap pertanyaan-pertanyaan itu, mereka tetap meminta bukti kepada JSP yang kemudian menyanggupi untuk mengirim relas dan lainnya. “Jadi harapan kami, terhadap pertemua kami dengan Pak Darwin tadi, semoga apa yang kami minta, rasa keadilan yang kami minta, ditegakkan. Kalau bisa masalah-masalah yang seperti ini tidak terjadi kepada orang lain,” tandasnya.
Terkait kronologi kasus hingga jadi perkara di PN Medan, Agung Sihombing SH menyebut, ini pada awalnya masalah kasus tanah. Di mana awalnya, ada jual beli tanah dengan tujuan untuk membangun gereja.
Hanya saja, pada saat itu, ada Program Prona. Di mana Prona ini mewajibkan dan mensyaratkan, terhadap satu sertifikat itu, hanya bisa 2.000 meterpersegi per orang.
“Jadi karena tanah itu lebih dari 2.000 meterpersegi, dipecahlah, kepada Pak Pendeta (pimpinan gereja) dan kepada Bu Melva Siregar (bendahara gereja). Namun Bulan Februari 2018, Melva keluar dari gereja. Setelah keluar dari gereja tersebut, datang Kembali ke gereja, meminta sertifikat itu dengan membawa puluhan massa,” ungkapnya.
Untuk upaya hukum terhadap anmaning ini, Agung menyebut, jemaat gereja sudah melakukan upaya hukum perlawanan.
“Karena memang tanah yang digugat ini adalah milik jemaat, bukan milik pribadi. Dan di dalam perlawanan itu, kami akan sertakan bukti-bukti kami yang kalau bisa dipersentasekan, kami yakin 99 persen, bahwasanya itu memang milik umat. Kemudian terhadap perkara ini, kami akan ajukan peninjauan Kembali dan juga akan ada beberapa upaya hukum, termasuk Laporan kepolisian yang belum bisa kami sampaikan,” bebernya mengakhiri.
repoter | Jeremi Taran